Rabu, 16 Juli 2014

PG TJOEKIR, WARKOP NARTI DAN KENANGAN SEWAKTU NYANTRI

Dahulu tidak pernah terbesit sedikit bayanganpun bahwa suatu saat saya akan bekerja di pabrik gula. Padahal jaman sewaktu sekolah dan nyantri dulu lingkungan tempat saya menimba ilmu berdekatan sekali dengan sebuah pabrik gula di kabupaten Jombang. PG Tjoekir nama pabrik gula tersebut yang sekarang pengelolaannya berada dibawah salah satu BUMN terbaik dibidang pergulaan.

PG Tjoekir Jombang


Masih segar dalam ingatan saya dimana setiap akan dimulai kegiatan giling selalu diadakan kegiatan selamatan dan perayaan yang acaranya menurut saya sangat meriah, mulai dari kegiatan pasar malam, bazaar dan juga perlombaan olah raga serta pertunjukan kesenian. Sayangnya karena saya tinggal di asrama dan berlaku aturan jam malam saya tidak pernah bisa melihat acara-acara yang diadakan pada waktu malam hari. Kepinginya saya sih sesekali mbolos aturan jam malam tapi mengingat sanksi kalau ketahuan sangat berat jadinya ya hanya sekedar niatan tanpa pernah terealisasi.........hehehehe


Ada salah satu warkop favorit saya sebagai tempat "kongkow" disela-sela aktifitas menimba ilmu. Warung kopi "Narti" nama tempat tersebut. Tempatnya berada di area pintu keluar masuk emplasemen truk tebu PG Tjoekir. Bagi mayoritas santri NGOPI dan NGAJI ibarat "suami-istri" suatu kegiatan yang sulit untuk dipisahkan. Obrolan ngalor ngidul membahas kegiatan ngaji dan sekolah sampai membahas santriwati yang mau dikecengin menjadi menu tambahan sehari-hari.

Kopi, rokok dan kitab kuning

Diantara banyak kenangan saya tentang PG Tjoekir ada dua hal  yang sampai sekarang membuat saya "ketawa-ketiwi" sendiri kalau mengingatnya.  Pertama adalah hal dimana saya dulu sering kucing-kucingan dengan mandor kebun sewaktu mau mengambil sebatang-dua batang tebu untuk saya makan. Yang saya ingat mandor kebunya dulu sangat galak sehingga sangat puas sekali rasanya bila kami berhasil mendapatkan "target operasi".

Dan yang kedua ini adalah memory "cinta monyet" saya, dimana waktu itu saya pernah naksir anak staff PG. Tjoekir. Gadis ini begitu "macan" bagi saya....sudah macan anak orang berada pula. Berbagai trik saya lakukan untuk menaklukan hatinya, meskipun dalam hati kecil saya minder karena dia anak staff PG yang notabene kala itu termasuk kategori orang berada. Fasilitas yang didapat staff PG kala itu saya pandang sangat mewah mulai Rumah Dinas yang sangat besar, kendaraan Jeep yang sangat gagah dan lain sebagaiya. Tapi istilah kata "Rawe-rawe rantas malang-malang putung" tetap ikhtiar meskipun modal hanya level paling dasar alias modal dengkul. Dan akhirnya setelah melalui perjuangan panjang yang mengharu biru, pada akhirnya...............................????? saya tetep gagal menaklukan hatinya :)

Tebuireng, santri-santriwati dan warkop Narti.....akan selalu di hati..........salam


Senin, 07 Juli 2014

2014 : " KETIKA GULA SUDAH TAK MANIS LAGI "


Tahun 2014 bisa dikatakan merupakan puncak "penderitaan" para pelaku industri gula berbasis tebu rakyat. Bagaimana tidak? Hal ini sebenarnya dimulai dari rentetan kejadian dan kebijakan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 oleh kemendag HPP Gula dipatok sama dengan 2012 yaitu sebesar Rp 8.100,- dari usulan Dewan Gula Indonesia ( DGI ) sebesar 8.750,- . Meskipun harga lelang pada tahun 2013 rata-rata kisaranya masih di atas Rp. 8.700,- tetapi anomali iklim yang terjadi menyebabkan Rendemen jatuh serta ongkos TMA ( Tebang Muat dan Angkut ) yang sangat mahal. Kisaran ongkos TMA naik hampir dua kali lipat dari rata-rata Rp. 9.000,- menjadi Rp. 18.000,- bahkan lebih.


Pada tahun ini ibaratnya para pelaku industri gula khusunya petani "sudah jatuh tertimpa tangga pula". Di mulai dari penetapan HPP Gula tahun 2014 oleh Kemendag yang hanya sebesar Rp. 8.250,- yang angkanya jauh dibawah realita Harga Pokok Produksi yang berdasar survey para pakar DGI direkomendasikan sebesar Rp. 9.500,- . Kemudian diikuti pula dengan kebijakan impor gula yang sekitar 300 ribu ton yang dilaksanakan oleh Bulog serta merembesnya gula rafinasi di pasar konsumsi, menyebabkan stock gula dipasaran melimpah. Dampaknya gula-gula produksi PG menumpuk digudang, selain itu juga dampak yang paling "menyakitkan" bagi petani tebu adalah jatuhnya harga lelang gula Musim Giling tahun 2014.


Sebagai gambaran harga lelang gula tani sementara ini yang tertinggi adalah gula produksi PG. Trangkil-Pati yaitu sebesar Rp. 8.580,- . Sesudahnya  ada juga tender 6.000 ton gula milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI , faktanya dalam tender yang diikuti 13 dari 26 perusahaan yang diundang tersebut, penawaran tertinggi hanya mencapai Rp 8.377 per kilogram. Bagi pelaku industri gula khususnya petani tentunya kondisi sungguh membuat mereka semakin "berdarah-darah". Jangankan untuk meraih keuntungan untuk menutupi biaya produksi kebun saja tidak mencukupi.


Kalau sudah begini siapa lagi yang bisa dijadikan tempat "bersandar" oleh para petani tebu. Kepada siapa lagi mereka harus mengadu?????. Melakukan aksi demonstrasi santun ke Kemendag dan instansi terkait sudah dilakukan, meskipun hasilnya sampai saat ini masih nihil.

Perwakilan DPC APTRI PG Trangkil

Ribuan petani tebu mengepung Kemendag

Sampai yang terbaru adanya perwakilan petani tebu rakyat dari wilayah Pati dan Kudus mengajukan gugatan ke MA terkait HPP Gula 2014 dan kebijakan impor gula oleh Bulog. Sungguh ironis bukan??? Negara kita tercinta yang notabene adalah negara agraris sama sekali tidak "peduli" dengan para pelaku dunia pertaniannya. Kalau dengan model seperti ini apa mungkin swasembada gula yang digembar-gemborkan pemerintah bisa diwujudkan???Coba tanya hati nurani kita sendiri........Salam