Senin, 07 Juli 2014

2014 : " KETIKA GULA SUDAH TAK MANIS LAGI "


Tahun 2014 bisa dikatakan merupakan puncak "penderitaan" para pelaku industri gula berbasis tebu rakyat. Bagaimana tidak? Hal ini sebenarnya dimulai dari rentetan kejadian dan kebijakan tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 oleh kemendag HPP Gula dipatok sama dengan 2012 yaitu sebesar Rp 8.100,- dari usulan Dewan Gula Indonesia ( DGI ) sebesar 8.750,- . Meskipun harga lelang pada tahun 2013 rata-rata kisaranya masih di atas Rp. 8.700,- tetapi anomali iklim yang terjadi menyebabkan Rendemen jatuh serta ongkos TMA ( Tebang Muat dan Angkut ) yang sangat mahal. Kisaran ongkos TMA naik hampir dua kali lipat dari rata-rata Rp. 9.000,- menjadi Rp. 18.000,- bahkan lebih.


Pada tahun ini ibaratnya para pelaku industri gula khusunya petani "sudah jatuh tertimpa tangga pula". Di mulai dari penetapan HPP Gula tahun 2014 oleh Kemendag yang hanya sebesar Rp. 8.250,- yang angkanya jauh dibawah realita Harga Pokok Produksi yang berdasar survey para pakar DGI direkomendasikan sebesar Rp. 9.500,- . Kemudian diikuti pula dengan kebijakan impor gula yang sekitar 300 ribu ton yang dilaksanakan oleh Bulog serta merembesnya gula rafinasi di pasar konsumsi, menyebabkan stock gula dipasaran melimpah. Dampaknya gula-gula produksi PG menumpuk digudang, selain itu juga dampak yang paling "menyakitkan" bagi petani tebu adalah jatuhnya harga lelang gula Musim Giling tahun 2014.


Sebagai gambaran harga lelang gula tani sementara ini yang tertinggi adalah gula produksi PG. Trangkil-Pati yaitu sebesar Rp. 8.580,- . Sesudahnya  ada juga tender 6.000 ton gula milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI , faktanya dalam tender yang diikuti 13 dari 26 perusahaan yang diundang tersebut, penawaran tertinggi hanya mencapai Rp 8.377 per kilogram. Bagi pelaku industri gula khususnya petani tentunya kondisi sungguh membuat mereka semakin "berdarah-darah". Jangankan untuk meraih keuntungan untuk menutupi biaya produksi kebun saja tidak mencukupi.


Kalau sudah begini siapa lagi yang bisa dijadikan tempat "bersandar" oleh para petani tebu. Kepada siapa lagi mereka harus mengadu?????. Melakukan aksi demonstrasi santun ke Kemendag dan instansi terkait sudah dilakukan, meskipun hasilnya sampai saat ini masih nihil.

Perwakilan DPC APTRI PG Trangkil

Ribuan petani tebu mengepung Kemendag

Sampai yang terbaru adanya perwakilan petani tebu rakyat dari wilayah Pati dan Kudus mengajukan gugatan ke MA terkait HPP Gula 2014 dan kebijakan impor gula oleh Bulog. Sungguh ironis bukan??? Negara kita tercinta yang notabene adalah negara agraris sama sekali tidak "peduli" dengan para pelaku dunia pertaniannya. Kalau dengan model seperti ini apa mungkin swasembada gula yang digembar-gemborkan pemerintah bisa diwujudkan???Coba tanya hati nurani kita sendiri........Salam





 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar